Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Pages

Hari-hari Terakhir ‘Bapak Amandemen’ Amien Rais Memimpin MPR

Written By JOM JALAN on 30/09/04 | Khamis, September 30, 2004

Rabu, 29 September 2004

Barang Pribadi Sudah Diboyong ke Jogja


Dua hari lagi Amien Rais resmi lengser dari lembaga legislatif. Namun, otoritasnya sebagai pemegang palu sidang MPR sudah berakhir pada Ahad malam. ‘’Keperkasaan’’ Amien surut seiring dengan susutnya kedigdayaan MPR.



SAAT JPNN datang ke kantor Amien Rais di lantai lima Gedung Nusantara III kompleks DPR/MPR Jakarta, ruang sekretariat sudah dalam keadaan berantakan. Di berbagai sudut tampak kardus berisi berkas-berkas yang belum rapih dikemas. Kemudian, kabel telepon dan listrik berbagai ukuran dibiarkan berceceran. Sebagian kertas berserakan di atas meja.

‘’Pak Amien terakhir berada di kantor ini malam lalu (Ahad malam, red),’’ ujar Rudi Sindapati, sekretaris pribadi Amien Rais, kepada wartawan JPNN kemarin. Rudi bersama lima staf lain pribadi Amien menjadikan Selasa kemarin sebagai hari terakhir kemas-kemas kantor. Karena itu, seharian mereka bekerja keras membereskan semua berkas dan peralatan yang masih tersisa. Dalam proses ‘’cuci kantor’’ tersebut, Rudi dan kawan-kawan dibantu empat staf sekretariat jenderal (Setjen) MPR.

Sidang MPR akhir masa jabatan Periode 1999-2004 yang ditutup Ahad malam, 26 September 2004, merupakan momen pamungkas kepemimpinan Amien atas lembaga negara yang di masa lalu sangat berkuasa itu. Ketukan tiga kali palu sidang oleh Ketua MPR Amien Rais pada pukul 21.25 WIB menjadi penutup kedigdayaan lembaga tertinggi negara itu. Saat bersamaan, ‘’keperkasaan’’ Amien juga surut.

Dia tak akan lagi pegang palu sidang yang telah menentukan nasib tiga presiden itu. Di palu yang dipegangnya, di lembaga superbody itu, Amien telah memberhentikan Presiden BJ Habibie karena pertanggungjawabannya ditolak MPR pada sidang umum (SU) 1999. Lewat tangan dan palu yang sama, Amien juga melengserkan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada Sidang Istimewa (SI) MPR 2001. Di saat bersamaan, palu sidangnya telah mengantarkan Megawati Soekarnoputri menjadi presiden menggantikan Gus Dur.

Sejarah juga membuktikan, palu sidang yang dipegang Amien telah mengantarkan karya monumental MPR dalam mengamandemen UUD 1945. Salah satu hasilnya adalah pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Karena itu, langsung atau tidak, tampilnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wapres terpilih pada Pemilu 2004, tak bisa dilepaskan dari buah tangan MPR di bawah pimpinan Amien.

Kini, seiring surutnya peran MPR, berakhir pula pengabdian Amien di lembaga itu. 1 Oktober mendatang, bersamaan dengan dilantiknya anggota baru MPR (550 anggota DPR dan 128 anggota DPD), berakhir pula kiprah Amien di lembaga legislatif tersebut.

Tiga hari sebelum anggota baru MPR diresmikan, Amien sudah mengosongkan kantornya. Kemarin Amien sudah tidak tampak berada di MPR. Ruang kerjanya yang berukuran 10 x 9 meter sudah tampak lengang. Semua koleksi dan perangkat kerja pribadi Amien sudah sepekan lalu diboyong ke rumahnya di Jogja. Sebagian lain diangkut ke kantor DPP PAN di Jalan Tebet Barat Dalam VII No 2 Jakarta. Sampai kongres PAN tahun depan, Amien masih menjabat ketua umum partai. Karena itu, sebagian peralatan dan berkas kerja Amien diboyong ke DPP PAN.

Kemas-kemas juga dilakukan keluarga Amien di rumah dinas ketua MPR di Jalan Widya Chandra IV/16 Jakarta. Menurut Rudi, sebelum Sidang MPR akhir masa jabatan dibuka 23 September lalu, semua perabot dan koleksi keluarga Amien sudah diboyong ke Jogja. Yang tersisa tinggal peralatan dan perlengkapan inventaris.

‘’Ruang kerja di MPR baru sekarang (kemarin, red) dikosongkan karena menunggu selesai sidang MPR,’’ jelas Rudi. Di ruang kerja amien selama lima tahun terakhir itu, kini tersisa barang inventaris milik negara, seperti satu set meja kerja, satu set sofa, dua televisi, satu lambang Burung Garuda, dan satu jam dinding. Kemudian, dua rak buku yang sudah kosong dan satu lukisan panorama yang menempel di dekat pintu.

Di ruang makan dan istirahat berukuran 5 x 5 meter yang terhubung dengan ruang kerja, tampak satu tempat tidur, dua lemari, dan satu set meja makan. ‘’Semuanya sudah beres, tinggal berkas-berkas kerja ini saja,’’ kata Rudi sembari menunjuk kardus-kardus yang siap diikat.

Amien terakhir mampir ke ruang kerjanya pada Ahad malam sekitar pukul 23.00 WIB. Saat itu, Amien sempat berfoto bersama dengan staf Setjen MPR dan tim kerjanya. Amien juga sempat foto bersama dengan pimpinan lain MPR Setelah itu, mantan ketua PP Muhmmadiyah itu pulang ke rumah dinasnya.

Selama lima tahun memimpin MPR, Amien tidak menggunakan fasilitas supir dan ajudan yang disiapkan negara. Dia memilih menggunakan supir dan ajudan pribadi dari orang-orang yang dikenalnya.

Lalu, mau ke mana Amien setelah lengser dari MPR? Dalam berbagai kesempatan, Amien selalu menyebut akan back to campus di UGM Jogja. Setelah kembali ke dunia akademis, Amien juga menyatakan akan mundur dari ketua umum PAN. Dia akan menyerahkan estafet kepemimpinan partai kepada kader yang lebih muda.

Amien mengaku puas melepas jabatan ketua MPR. Sebab, selama lima tahun menjabat, lembaga MPR bebas dari perbuatan korupsi. ‘’Saya ingin MPR yang akan datang juga hebat lebih dari kita,’’ katanya. MPR mendatang diharapkan bisa memenuhi keinginan rakyat yang sudah lama mendambakan perbaikan. ‘’Bukan perubahan, tapi perbaikan. Jadi bukan sekadar change, tapi juga improvement,’’ tegasnya.

Menurut Bapak Amandemen ini, dia merasa bersyukur karena palu yang dipegangnya selama menjabat ketua MPR begitu sangat penting dalam menentukan laju arah bangsa. ‘’Saya pegang palu yang demikian penting, merasa gembira karena memimpin MPR yang sangat heterogen. Semua orangnya juga pandai-pandai, termasuk sangat pandai berbicara, pandai usul, dan lain-lain,’’ ucapnya.

Amien punya seni kepemimpinan tersendiri dalam mengayomi sekitar 700 anggota majelis. Menurut dia, pengalaman selama ini, banyak anggota MPR yang interupsi hanya sekadar nampang atau pingin beken. Untuk kelompok itu, Amien biasanya bersikap tegas. Dia terkadang tidak memberi kesempatan bicara.

Tapi, kalau niat interupsinya jelas, Amien memberi kelonggaran waktu untuk bicara. ‘’Misalnya ketika hujan interupsi, saya tidak boleh main otoriter. Saya berikan 6-7 biji interupsi, setelah agak puas, baru kemudian sidang dilanjutkan,’’ ucapnya.

Terdapat 11 fraksi di MPR. Setiap fraksi punya sikap dan pandangan sendiri. Sebagai ketua, Amien tahu benar kapan bersikap lunak dan agak keras dalam memimpin jalannya sidang. Amien juga kerap melontarkan joke-joke ketika susana sidang memanas. Kehebatan lain Amien adalah pemahamannya yang sangat tinggi atas masalah agama. Karena itu, tak jarang keluar ayat Alquran atau Hadis Nabi ketika di persidangan. Bahkan, sesekali dia memimpin doa sendiri. Padahal, lazimnya acara doa dipimpin petugas khusus yang disiapkan Setjen MPR.

Prestasi luar biasanya adalah mengayomi kelompok berbeda dalam menyikapi usulan amandemen (perubahan) UUD 1945. Suatu kali, dia pernah didatangi para pensiunan jenderal dari semua angkatan dan Polri yang minta seluruh proses amandemen dihentikan. Bahkan, amandemen pertama pada 1999 juga minta dibatalkan. Delegasi itu dipimpin mantan Wapres Jenderal (pur) Try Sutrisno dan mantan Menhankam/Pangab Jenderal (pur) Edi Sudrajat.

Bagaimana Amien menyikapi penolakan amandemen itu? Dengan rendah hati, Amien mengajak dialog dari hati ke hati. Amien memosisikan mereka yang keberatan dengan amandemen sebagai orang tua yang menasihati anaknya. Sikap Amien itu ternyata membuat Try Sutrisno dan kawan-kawan memahami tuntutan sejarah pentingnya konstitusi modern bagi Indonesia.

‘’Yang penting kita pegang itu adalah titik tengah. Bagi Indonesia, titik tengah itu ada enam,’’ ucapnya. Yakni, Indonesia Raya, Bendera Merah Putih, Bhineka Tunggal Ika, Bahasa Indonesia, perekat bangsa TNI/Polri, dan Pancasila. Keenam pegangan itulah yang dipakai Amien dalam memimpin MPR.

Selain soal penolakan amandemen, kesan mendalam Amien dalam memimpin MPR terjadi pada sidang tahunan (ST) 2002. Saat itu, nyaris terjadi perkelahian fisik di dalam rapat paripurna. Sejumlah anggota mejelis yang tidak puas mencoba menyerang pimpinan sidang. Namun, upaya itu berhasil dicegah pimpinan fraksi masing-masing.

‘’Saya bersyukur semua tantangan bisa dilalui MPR. Dan, keberhasilan MPR merupakan buah karya dari seluruh anggota mejelis. Juga berkat kepercayaan rakyat kepada MPR,’’ tegasnya. (jpnn)