Minggu, 23 Mei 2004
KOES Bersaudara menerima penghargaan khusus Music Life Time Achievement pada hajatan penghargaan musik SCTV (SCTV Music Awards) atas sumbangan mereka pada dunia musik Indonesia. Maka, John pun berteriak, "Merdeka."
DIWAKILI John Koeswoyo (72) dan Nomo Koeswoyo (65), mereka hadir di antara Iwan Fals, Slank, Peterpan, sampai Agnes Monica dan Inul Daratista dalam acara yang berlangsung Jumat (21/5) malam lalu di Jakarta Convention Center.
Begitulah dua "Penyanyi Tua" itu berada di tengah bintang-bintang yang sedang berkiprah di belantika musik Indonesia hari ini. Sekitar 40 tahun silam, di awal tahun 1960-an, Koes Bersaudara adalah salah satu bintang populer yang banyak digemari remaja.
Saat memberikan sambutan, Koesdjono yang biasa dipanggil John itu keliru mendekatkan mulutnya pada trofi penghargaan berupa mikrofon kuno yang dikiranya corong beneran. "Soalnya, zaman saya dulu, mikrofonnya ya seperti ini," kata Koesdjono saat ditemui seusai menerima penghargaan.
Dengan sumber informasi musik yang terbatas pada piringan hitam dan radio, Koes Bersaudara mencoba mengindonesiakan rock ’n’ roll lewat lagu-lagu ciptaan mereka sendiri yang ternyata digemari publik pada zamannya, dan masih dikenali publik hingga hari ini. Sebut saja beberapa lagu seperti Bis Sekolah, Dara Manisku, Angin Laut, Pagi Yang Indah, sampai Telaga Sunyi-yang sering dibawakan pengamen Jakarta di bus kota.
Dibentuk pada tahun 1962, Koes Bersaudara beranggotakan Koestono atau Tony Koeswoyo (1936-1987) pada gitar, John atau Koesdjono (bas), Koesnomo (drum), Yon/Koesyono (vokal/gitar), dan Yok/Koesroyo (vokal). John belakangan mundur dan bas kemudian dimainkan Yok. Pada tahun 1969 Koes Bersaudara berubah menjadi Koes Plus menyusul keluarnya Nomo yang digantikan Murry.
Dalam perjalanan musikalnya, Koes Bersaudara dan kemudian Koes Plus boleh dikatakan cukup cerdik untuk mengunyah pengaruh tren musik yang berkembang pada zamannya. Di era awal tahun 1960-an, saat gelombang rock ’n’ roll mencapai berbagai belahan dunia, Koes dengan terampil memainkannya. Mereka mengambil model Everly Brothers, terutama untuk gaya vokal duet Don dan Phil Everly yang dibawakan Yon dan Yok. Model serupa saat itu juga digunakan duet Tom dan Dick sampai Blue Diamonds.
Jenis rock ’n’ roll Everly Brothers yang dipilih Koes memang termasuk yang cenderung dipengaruhi musik country yang terkesan manis. Mereka tidak memilih jenis rock yang kental unsur blues-nya, yang belakangan dianut Rolling Stones.
"Kiblat kami memang ke Everly Brothers," kata Nomo Koeswoyo yang kini berambut putih saat ditemui di belakang pentas.
"Sejak tahun 1955, adik-adik saya itu sudah dihasut dengan musik Barat. Ton itu yang paling suka memainkan lagu Everly Brothers, The Ventures, dan Bill Haley. Dia itu suka yang kebarat-baratan. Bahasa Inggrisnya saja lebih Inggris dari orang Inggris, ha-ha...," ujar Koesdjono berseloroh.
Akan tetapi, Koes Bersaudara tidak mencaplok mentah-mentah pengaruh rock ’n’ roll. Ada semacam proses internalisasi atas rock ’n’ roll pada Koes Bersaudara hingga ketika keluar dalam komposisi, tak terasa sebagai sebagai barang asing, tetapi akrab di telinga Melayu.
Simak lagu Harapanku dengan lirik awal Dikau gadis impianku hatiku. Atau juga, Aku Rindu (yang lirik awalnya berbunyi dam-dam darararam...). Juga lagu Dara Manisku, Bis Sekolah, Oh Kau Tahu, dan Selamat Berpisah.
Lagu Harapanku dimuat dalam album single yang juga memuat lagu Kuduslah Cintaku. Rekaman album di Irama itu masih melibatkan John yang memainkan bas akustik.
Lagu Dara Manisku merupakan tipikal lagu Koes Bersaudara yang kuat dibayangi lagu Lucille-nya Everly Brothers. Setidaknya dalam hal progresi chord dan alur bas. Selebihnya adalah kreasi kreatif Tony Koeswoyo dan adik-adiknya.
"Memang iya Dara Manisku itu seperti lagu Everly Brothers, tapi kami tidak menjiplak," kata Koesdjono.
Perubahan orientasi musik mulai berubah seturut perkembangan musik rock setelah munculnya The Beatles. Koes yang memainkan lagu-lagu Beatles lalu dipenjarakan di rumah tahanan Glodok pada 29 Juni 1965 dan dibebaskan sekitar tiga bulan kemudian pada 27 September 1965.
Memasuki tahun 1967, belantika musik dunia diramaikan oleh Bee Gees, yang menawarkan musik rock ngepop yang lebih manis. Koes Bersaudara sempat terkena pengaruh Bee Gees, terutama pada gaya vokal Yon Koeswoyo yang terkesan mirip gaya vokalis Bee Gees, Robin Gibb dan Barry Gibb. Setidaknya, Yon suka menggetarkan suara meski sebenarnya suara Yon cenderung lempeng, tak bervibrato.
Koes Bersaudara juga mulai suka menggunakan vokal latar yang membayangi vokalis utama, seperti yang sering dilakukan Bee Gees. Ini terasa pada lagu seperti Rasa Hatiku yang direkam di Dimita tahun 1967.
"Yon itu yang seneng menirukan Bee Gees. Pokoknya yang pakai aaa...aaa...aaa itu gaya Bee Gees," kata John yang pada rekaman album tersebut sudah tidak lagi bergabung dengan Koes Bersaudara.
Kemudian, ketika berubah menjadi Koes Plus, pengaruh Bee Gees masih terasa pada lagu seperti Kembali ke Jakarta, yang dari judulnya mengingatkan pada lagu Massachusetts, terutama pada lirik lagu Bee Gees, "... feel I’m goin’ back to Massachusetts". Beberapa bagian aransemen yang dimainkan dengan organ pada lagu Kembali ke Jakarta juga mengingatkan pada aransemen gesek Massachusetts. Selebihnya, urusan tema, lirik, melodi, ataupun progresi chord benar-benar milik Koes Plus.
Koes Plus pada era awal tahun 1970-an berdiri di tengah belantika musik Tanah Air yang diramaikan oleh hadirnya Beatles, Rolling Stones, sampai grup rock keras yang menggunakan gitar dengan sound yang distortif, keras-keras kasar. Dari cita suara gitar itu, rock saat itu identik dengan suara menggemuruh.
Boleh jadi, Koes kesulitan mengadaptasi rock jenis keras yang meraung-raung. Setidaknya, tak semulus ketika mereka mengadopsi rock ’n’ roll gaya Everly Brothers. Namun, toh kemudian muncul lagu seperti Kelelawar, Awan Hitam pada album Koes Plus Volume I dan Pencuri Hati, Hanya Pusaramu (Volume II), atau juga Hujan Angin (Volume III).
Rock keras diterjemahkan lewat citra sosok "mengerikan" serba hitam seperti kelelawar (sayapnya hitam), awan hitam, atau kuburan. Lagu Kelelawar menggunakan intro drum yang mengingatkan pada lagu Honkytonk Woman-nya Rolling Stones. Sedangkan riff gitar yang dimainkan Tony mirip-mirip riff gitar lagu Jumping Jack Flash juga dari Rolling Stones.
Koes Plus menafsirkan hard rock dengan pilihan sound gitar yang distortif, seperti pada lagu Pencuri Hati dan Hanya Pusaramu yang semuanya dibawakan Yok. Pada lagu Pencuri Hati, Yok menggunakan suara menjerit-jerit yang seakan "wajib" digunakan untuk rock.
Kreativitas anak-anak keluarga Koeswoyo itu diakui dan tercatat dalam sejarah musik pop Indonesia. Beberapa kali mereka menerima penghargaan serupa SCTV Awards, termasuk penghargaan dari RCTI pada tahun 1996.
Saat berdiri di pentas Jakarta Convention Center, Jumat, John dan Nomo yang sudah relatif sepuh dengan penuh semangat menatap apa yang mereka sebut sebagai cucu, anak, dan adik yang kini meramaikan belantika musik Indonesia. Koes Bersaudara pernah merintis dan membabat rimba musik pop negeri ini. Itulah mengapa, dengan penuh semangat, John mengucapkan pekik heroik, "Merdeka!!" (XAR)
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
0 ulasan:
Catat Ulasan