[Republika Online] Sabtu, 26 April 1997
Galang Datang dan Pergi Menjelang Pemilu, Iwan Fals Berduka
Galang Rambu Anarki anakku
lahir awal Januari
menjelang Pemilu ...
Tangisan pertamamu ditandai BBM melambung tinggi
Maafkan kedua orang tuamu kalau tak mampu beli susu ...
Cepatlah besar matahariku
menangislah yang keras janganlah ragu
hantamlah congkaknya dunia buah hatiku
doa kami di nadimu
1 Januari 1982 Iwan Fals menyambut kehadiran anak pertamanya, Galang Rambu
Anarki, dengan kegetiran. Lewat lagu Galang Rambu Anarki, Virgiawan
Listanto -- nama lengkap Iwan -- bertutur tentang potret
ketidakberdayaannya bersama Rosana, istrinya.
"Harga-harga waktu itu naik semua, sementara istriku perlu biaya. Aku
hanya bisa menangis. Aku pun merasa perlu menyandarkan harapan kepada
anakku, minta tolong padanya," tutur Iwan suatu kali, ketika menceritakan
riwayat lagu itu.
"Anak bagiku adalah titipan Tuhan, milik Tuhan," lanjutnya.
Kini, anak yang didamba menjadi sandaran harapan dan pertolongannya itu
telah kembali kepada Tuhan. Ia datang dan pergi menjelang pemilu. Dalam
usia yang sangat muda, Galang meninggal mendadak di rumah Iwan, Jl.
Perkici-14 Blok E-B5 No. 69 Bintaro Jaya
Ia meninggalkan kedua orang tuanya, adiknya (Annisa Cikal Rambu Basae),
neneknya yang mendapat kado ulang tahun sebuah lagu ciptaannya. Ia juga
meninggalkan segepok mimpi: mimpi memiliki mobil karavan yang bisa untuk
berekreasi bersama keluarga, mimpi menjadi astronot, hingga mimpi menjadi
musisi yang diyakini bisa menyaingi popularitas sang bapak, Iwan Fals.
"Galang ingin menciptakan musik sendiri. Galang adalah Galang dan bukan
Iwan Fals," kata Fauzi Aldino Albar, anak Achmad Albar, teman Galang yang
selama dua tahun bergabung bersama dalam kelompok musik Orange Rolls.
Kepergian Galang terbilang mengejutkan. Kelly Bayu Saputra, sepupu Galang,
bertutur, Kamis malam (24/4) sekitar pukul 19.00 Galang memintanya untuk
mengantarkan pergi. "Namun karena melihat saya kecapekan, dia tak tega.
Lalu ia memutuskan pergi naik ojek. Dan sekitar pukul 23.00 ia pulang,"
katanya.
Dan ketika membangunkan Galang, Jumat pagi, Kelly mendapati Galang telah
meninggal. "Saya tak bisa menjelaskan bagaimana posisinya," ujar Kelly.
Menurut keterangan keluarga, Galang meninggal sekitar pukul 03.00 dini
hari. Kelly mengaku tak tahu penyebabnya, sementara menurut salah seorang
kerabat Iwan, Galang meninggal karena gangguan asma.
Dan hingga usai pemakaman, Yos -- nama panggilan Rosana -- dan Iwan tak
banyak berkata-kata. Mereka belum bisa memberikan komentar mengenai
kematian Galang. "Saya belum bisa memberikan penjelasan sekarang," kata
Yos lirih.
Tangis terus mengalir sejak disembahyangkan di Masjid Bintaro Sektor-9
usai salat Jumat hingga dibawa ke Desa Leuwi Gunung, Cimanggis untuk
dimakamkan, melalui upacara yang serba cepat, sekitar pukul 15.00 WIB.
Setiawan Djody di tengah sekitar 100 pelayat menyampaikan kata perpisahan,
melepas kepergian anak sulung dari dua bersaudara itu. "Galang selama ini
seperti anak saya sendiri. Dinihari tadi pukul tiga, dia meninggal. Jodoh,
hidup, dan mati semuanya Tuhan yang mengatur," tutur Djody.
Iwan, usai menebar bunga di atas gundukan tanah merah yang setengah basah
itu, menjauh dan duduk menyendiri. Air matanya meranting. Tatkala Djody
mendekat, Iwan menyandarkan kepalanya ke pundaknya. Sementara Yos dan
Cikal terus menabur bunga di atas gundukan tanah itu. Ine Febriyanti --
teman dekat Galang -- menciumi batu nisan yang tertancap di atas pusara
Galang. Galang, menurut Kelly orangnya baik dan tak seperti yang dikira
orang. "Bila kenal dari dekat orangnya sangat memperhatikan keluarga,"
kata Kelly. "Dia tak seperti yang dibayangkan orang." "Ia pendiam dan
mandiri. Ia telah merancang rekaman, memimpin band sendiri, dan ingin
meniti karier tanpa pengaruh bapaknya," kata Fauzi yang terakhir bertemu
Galang tiga pekan lalu.
Ia bergabung dalam Orange Rolls kemudian membentuk kelompok Bunga. "Karena
kami berbeda aliran, saya lalu keluar. Musiknya terlalu keras," cerita
Fauzi.
Terakhir, dengan ambisi memadukan seluruh musik, Galang kemudian membentuk
grup baru lagi dengan nama Sangkakala. "Mereka tengah menyiapkan album
untuk MTV," kata Fauzi.
Dan malam menjelang berpulang ia sempat pula latihan di studio One Feel di
Fatmawati untuk grup Bor. Sayang cita-citanya menjadi pemusik besar
terhenti. Dan Iwan pun tak sempat menyaksikan 'sang matahari'nya besar,
seperti syairnya: Cepatlah besar matahariku/ menangislah yang keras
janganlah ragu/ tinjulah sombongnya dunia buah hatiku/ doa kami di nadimu.
roh