Jajang C. Noor
Selasa, 02 Juli 2002, 13:49 WIB
Jakarta, KCM
Pada 28 Juni 2002, mendadak Jajang C. Noer menemukan dirinya tak muda lagi. Sebab pada hari Jumat di akhir bulan Juni 2002, ia genap berusia 50 tahun.
Atau dalam bahasa perempuan kelahiran Paris, Perancis, 28 Juni 1952 ini, ia sudah benar-benar menjadi perempuan. Setelah melewati masa kanak-kanak, remaja, dewasa, menikah, menjadi janda, lalu single parents, harus bekerja untuk memenuhi tanggungjawab atas keluarganya, dan kini sampailah ia pada usia "megah" yang untuk ukuran perempuan Indonesia kebanyakan tergolong usia tua.
Tapi mana mau Jajang disebut tua. Baginya, usia tua adalah usia ketika merasa hidupnya hampir purna. Sebutlah ketika ia telah berusia 90 tahun. "Aku masih Jajang yang lama," katanya.
Maksudnya tentu, Jajang tetaplah sebagai Jajang yang enerjik. Tak betah diam di satu tempat. Tak pernah membiarkan lantai dansa tanpa kehidupan apabila ia datang ke sebuah diskotek. Itu sebab, sepeninggal suaminya, sutradara teater, film dan sinetron Arifin C Noer yang meninggal pada Mei 1995, Jajang menetapkan prasyarat bisa berdansa untuk lelaki yang mendekatinya.
Tapi tentu saja, enerji Jajang yang menggebu itu tak cuma untuk urusan hura-hura belaka. Setelah ditinggal Arifin, Jajang juga harus bertanggungjawab atas keluarganya. Ia langsung mencoba karier baru dengan menjadi sutradara. Hasilnya, sebuah sinetron berjudul Bukan Perempuan Biasa yang dinilai para kritikus sebagai "cukup mengejutkan".
Oleh kawan-kawannya, Jajang, sering dijuluki sebagai "bukan perempuan biasa". Sejak dulu, sekira tahun 1974, ketika dirinya masih memakai nama Jajang Pamontjak, dialah bunga kampus Universitas Indonesia, yang bukan saja rupawan secara fisik, tapi juga garang dalam memperjuangkan aspirasi rakyat melalui gerakan mahasiswa.
Ngotot, optimistis, itulah Jajang ketika dia harus mewujudkan cita-citanya. Inilah akhirnya yang membuat produser Raam Punjabi dari Multivision Plus "menyerah" dan mempercayakan penggarapan sinetron Bukan Perempuan Biasa kepada Jajang. "Anda tahu, semua sutradara yang didekati oleh Raam saya provokasi untuk mundur. Saya bilang, hanya saya yang faham dengan skenario suami saya, Mas Arifin," kata Jajang suatu ketika setelah sinteron tersebut jadi.
Satu hal lagi, yang menengarai bahwa "Jajang masih seperti dulu", adalah sikapnya yang egalier. Karenanya, jika ketemu dia, jangan panggil ia mbak, ibu, tante. Panggil saja namanya: Jajang! Katanya, karena ia bukan orang Jawa. Lagi pula, tambahnya, "Kenapa pusing dengan urusan nama?"
Perkawinannya dengan Arifin memberinya dua buah hati. Masing-masing; seorang perempuan bernama Nazirah (23 ) dan seorang laki-laki bernama Marah (22 ). Namun katanya, ia pernah sangat shock dengan Nazirah, anaknya. Yakni ketika mendapati anaknya itu terlibat narkoba yang mebuatnya merasa gagal menjadi seorang ibu. Syukurlah, katanya, kini Nazirah sudah sembuh dari ketergantungan pada narkoba.
Berikut adalah perbincangan Jajang C. Noer dengan Jodhi Yudono dari Kompas Cyber Media melalui telepon pada akhir pekan lalu, sesaat sebelum pacarnya yang orang Solo itu datang menjemputnya untuk sebuah acara.
Tanggal 28 Juni tahun ini Anda tepat 50 tahun, apa artinya buat Anda?
Tiba-tiba ketika melihat angka 50 pada ucapan-ucapan di milis, sms (short message system), angka 50 itu terasa besar, megah. Jadi tiba-tiba saya merasa sudah ground up, sudah dewasa, bukan remaja, bukan umur 30an tapi 50, orang yang sudah matang.
shock?
Nggak. Karena hidup kita ini jalan terus. Semua ada waktunya. Ada saatnya kita melewati masa kanak-kanak, sekolah di Sekolah Dasar, remaja, mahasiswa, orang dewasa yang baru mulai kawin, punya anak, punya tanggungjawab terhadap keluarga, itu semua sudah ada waktunya. Terus menjadi janda, jadi single parents, lalu sekarang harus bekerja. Itu mengalir, memang waktunya begitu.
Baru kali ini menyadarinya?
Ah nggak. (Jajang diam sesaat. Ternyata dia memikirkan analogi tentang perempuan berusia 50 tahun). Ah ya, saya sudah ibu-ibu. Bukan seorang perempuan biasa.
Perubahan fisik dan non fisik yang sangat mencolok apa?
Secara psikologis nggak ada perubahan, saya masih Jajang yang lama.
Kalau fisik?
Tenaga. Tapi bukan hari ini secara tiba-tiba. Ya...kira-kira empat tahun terakhir. Tiba-tiba ada capeknya, ada letihnya, lalu penampilan juga, banyak kerut kemerut, terutama kalau kurang tidur, stres duit, nah itu nggak karuan tuh tampang gue.
Tubuh..., jelas tetek peot, pinggul melar. Tiba-tiba sadar juga kulit jadi keras. Waktu tahun 95/96 kulit masih halus, sekarang kok nggak lagi. Yang harus dicatat adalah, gua memasuki masa pra menopause, dirasakan tiga empat tahun lalu. Rasanya deg-degan, keringetan, pusing, pokoknya nggak enak badan. Saya pikir, ini jantung nih..gue ke dokter internis, ternyata ngak ada apa-apa. Coba ke ginekolog, dia kasih hormon pil tapi racikan dia sendiri, hilang tuh pusing-pusing, kringat dingin, deg-degan, ilang semuanya. Normal kembali. Nah sekarang ini, mens gue tiga bulan sekali.
Khawatir nggak, bahwa sebentar lagi Anda jadi renta?
Bagi saya nggak penting, hidup itu berjalan seperti semestinya. Mudah-mudahan akan begitu terus. Entar kalau sudah 90 tahun mungkin baru mikir-mikir, oh sudah sedikit lagi nih.
Menyadari bahwa usia Anda tak muda lagi, kemudian badan juga kerap pegal-pegal, ada nggak kebiasaan Anda waktu masih perkasa yang kini ditinggalkan?
Saya udah nggak ngerokok, nggak minum, itu sejak 98. Padahal tahun 95, saya selalu punya vodka dalam tas saya tiap pergi. Itu tahun 95 ketika Mas Arifin sakit. Karena nggak boleh ngerokok di rumah sakit tiap kali nungguin Mas Arifin, jadi saya minum. Tahun 98 saya bengek karena flu berat, sementara harus pementasan (lakon teater) Mega-Mega, jadi otomatis ngerokok harus berhenti supaya flunya sembuh, minum juga berhenti karena alkohol merangsang bengek. Akhirnya flu sembuh, keterusan nggak minum, nggak ngerokok.
Sekarang menjalani hidup sehat ya?
Tapi kalau saya lagi syuting terus marah dan tak mungkin dikeluarkan atau diwujudkan, itu saya ngerokok lagi. Bisa sampai 6-7 batang terus menerus.
Lho?
Sekarang nggak tahu kenapa, saya juga mulai minum wine sekali-sekali, atau bir. Tapi
belakangan ini, sudah berjalan sebulan, saya mulai merokok lagi mulai. Tapi minum belum, belum separah dulu.
Dulu kalau minum sampai berapa botol?
Dulu itu kebiasaan gue kalau minum sampai teler, sembuh, minum lagi. Tapi, gue juga nggak sembarang minum. Kalau pas syuting sinetron gue minum setelah break.
Tahu situasi ya?
Saya cukup disiplin dengan diri sendiri. Saya tahu kemampuan saya dan kekurangan saya. Itu mungkin salah satu yang saya belajar dari Mas Arifin untuk disiplin terhadap yang saya ketahui. Misal, ketika saya mempelajari sebuah karakter, maka saya akan betul-betul mempelajarinya, itu butuh konsentrasi tinggi, nggak bisa sambil lalu. Karena saya tahu ketika saya minum, saya teler., nggak bisa konsentrasi, makanya saya gak lakukan ketika sedang bekerja. Itu disiplin. Disiplin adalah jalan untuk dedikasi penuh buat mewujudkan pekerjaan kita, apapun itu.
Anda ini protipe seniman sejati ya? Merdeka, eksentrik...
Orang suka bilang, jadi seniman itu eksentrik, liar... padahal nggak begitu. Bebas
itu dalam arti kata, seniman itu tidak terikat apa pun. Tapi dengan disiplin tinggi dia akan menghasilkan sesuatu. Bukan nggak bisa diatur, saya nggak bisa diatur untuk hal-hal yang nggak perlu. Hanya disiplin tinggi yang bisa menghasilkan pekerjaan. Dibilang eksentrik? Nggak juga, dia hanya tak terikat apapun.
Selain aktif di kesenian, Anda juga sangat aktif di milis "Indonesia Damai" ya?
Itu dimulai dari peristiwa pemboman di malam natal tahun 2000. Keesokan harinya, beberapa individu-individu berkumpul di Hotel Indonesia, terus kita berpikir... apa yang harus dilakukan karena ini memalukan bagi kita orang Islam yang waktu itu sedang puasa. Bermula dari peristiwa itu, mulailah milis dibuka.
Kesannya Anda sangat reaktif di milis itu?
Kalau hati nurani saya mengatakan tak bener, saya ngomong. Misalnya ada yang ngomong kotor, jorok, nggak pada tempatnya...saya akan memberi reaksi. Maki boleh, tapi tetap santun. Saya nggak bisa diamkan kalau ada orang ngomong jorok, saya nggak bisa terima. Ngomong porno itu kan orang jalanan. Sementara forum ini bukan di jalan. Kedua, namanya juga damai, masa mengipas-kipas, memperuncing keadaan.
Tapi saya juga pernah diserang, ketika saya memforward sebuah tulisan yang ternyata menghujat Islam. Sebetulnya nggak apa-apa. Justru kita sebaiknya tahu apa pendapat orang tentang kita. Kenapa tidak? Tapi saya diserang oleh seorang bapak kyai dari Surabaya, dikira saya meyebarkan penghujatan terhadap agama Islam. Menurut saya tidak. Tapi saya bilang, kalau tersinggung saya minta maaf, tapi niat saya hanya menshare, justru itu pendewasaan buat kita sendiri kan? Justru kalau orang itu salah menilai kita, kita akan tambah kuat. Kalau dia benar, kita harus memperbaiki, jadi itu semua kembali pada akal dan nurani.
Menurut Anda milis itu ada hasilnya nggak?
Sedikit banyak mengasah akal dan pikiran kita. Di situ setiap orang akan mengasah diri sendiri sesuai porsi yang kita perlukan. Pasti ada pengaruh bagi orang per orang. Kadang ada topik menarik kadang tidak, ada topik enteng, berat, berbahaya. Pasti kita-kita yang di situ mendapat sesuatu.
Di kesenian sedang sibuk apa?
Saya sedang menyutradai FTV (Film Televisi). Sudah tiga ditayangkan, tiga belum. Di depan
mata, minggu depan dua akan mulai syuting, karena itu saya harus ke Sukabumi. Meskipun saya sedang ulang tahun, saya harus ke sana untuk syuting. Tapi aneh juga rasanya kemarin pas saya ulang tahun. Bangun sendirian, nggak ada anak-anak. Saya blank.
Apa judul sinetron yang sedang Anda garap itu?
FTV yang satu judulnya Antara Penggorengan dan Tempat Tidur sekenarionya Westi Datu. Satunya lagi Jakarta Sunyi sekali di Malam Hari diangkat dari cerpennya jujur.
Terus yang akan datang, saya akan syuting untuk anak saya (Nazirah). Dia kuliah di jurusan penyutradaaan (Institut Kesenian Jakarta) untuk ujian semester VI dia. Akhir bulan Juli
saya akan main buat anak muda bernama Abi. Dia akan menyutradarai film pertamanya. Tanggal 21 juli saya akan mengawal film Eliana Eliana ke India.
Untuk festival?
Ya. Eliana Eliana ini juga film yang sangat berarti buat saya. Sepanjang hidup menjelang umur 50, saya menjadi pusat perhatian di konferensi pers. Ini pertama kali dalam hidup saya. Terus, untuk pertama kalinya juga saya akan hadir sebagai wakil di sebuah festival film internasional, sendiri. Karena Riri (Sutradara Eliana Eliana) nggak bisa. Dan itu nggak mudah buat saya, baru kali ini saya pergi sendiri.
Makin bergairah ya film kita?
Iya. Saya nggak tahu apakah akan sama dengan yang dulu., tapi saya percaya, mereka yang sekarang bikin akan terus bikin, nggak akan mandeg. Sepertti Riri misalnya, Dia baru akan bikin tahun depan. Mas Arifin dulu juga begitu, bikin setahun satu.
Sudah banyak orang yang mulai tertarik menggarap film sekarang ya?
Nggak juga. Paling sepuluh. Khusus orang-orang I Sinema, seperti Mira Lesmana, Riri Riza dan lain-lainnya, mereka solid dengan cita-cita mereka, dengan ambisi mereka.
Anda belum berminat menytradari film layar lebar?
Saya nggak punya ambisi untuk menyutradarai. Tahun 86 saya ditawari untuk menyutradarai di TVRI, saya nggak berminat. Sekarang saya dipaksa oleh keadaan. Semua pengetahun saya, pengalaman, saya dapatkan di lapangan dengan sendirinya. Nggak ada yang saya pelajari secara spesial.
Posisi Anda sebagai seorang ibu sesukses di dunia seni nggak?
Nggak, susah. Banyak sekali kerikil.
Kerikilnya apa saja?
Ketika saya tahu anak saya itu ngedrugs, rasanya dunia runtuh sama sekali. Itu tahun 97 akhir.
Apa kesimpulan anda waktu itu?
Saya gagal, tanggungjawab yang ada pada saya, ancur. Kok ini terjadi. Alhamdulillah sekarang dia sudah oke. Dia aktif di sekolah.
Saya pikir-pikir..., di mana salahnya ya. Sejak kecil sudah dijejali pengetahuan dan wawasan, sudah pernah nonton film tentang anak kena drugs, kok masih juga terjadi. Tapi sekarang dia oke sekali.
Anda sembuhkan dengan apa?
Melalui pengobatan medis, pembibingan, kasih sayang dari rumah. Terus dia juga ikut kegiatan di Asiaworks, dia sudah paling top di sana. Dia udah bisa membimbing. Pokoknya dia kembali ke dirinya, malah plus menjadi mandiri. Dia sekarang menjadi sahabat saya. Kuping yang mendengar, hati yang meneduhkan, dan kadang-kadang jadi kas kecil saya kalau saya pas kehabisan duit. Dia udah mandiri. Bisa cari duit sendiri, bisa bayar pulsa handphone sendiri.
Cita-cita punya suami yang pinter bahasa Indggris, bisa dansa dan kaya raya sudah kesampaian?
Belum. Sekarang yang ada bisa bahasa Inggris dan dansa, tapi nggak kaya raya.
Orang mana dia?
Solo. Dia juga kayak maca luwe (harimau lapar). Kalau liat cewek matanya melirik...kayak macan.
Kok mau?
Habis orangnya menarik. Dansanya enak.
Dansa kok jadi prasarat?
Ya karena saya suka dansa. Dulu mas arifin nggak bisa dansa. Tapi asal tahu saja, dansa itu menyenangkan, apalagi kalau berdua.
Bisa dansa apa saja?
Macam-macam. Walz, ballroom, jiven, sampai poco-poco. Satu hal lagi, dia bukan laki orang.
Kenal di mana?
Udah lama, tapi dia baru menduda tahun ini, baru awal tahun ini. Kita jalan baru
empat bulan.
Bagi Anda pacar buat apa?
Buat share segala macam, terutama share secara fisik, share dansa, dan
lain-lain. Kalau dia kaya raya dia bisa share duit.
Apa yang menarik dari seorang lelaki ketika pertama kali bertemu?
Pertama obrolannya dulu, terus sorotan matanya. Waktu itu gue iseng aja. Aku ajak dansa, dia mau. Ternyata dansanaya oke. (Terdengar suara seorang laki-laki)
Tuh topeng Bali melotot. (Jajang menyebut pacarnya yang orang Solo itu dengan sebutan topeng Bali. Sebab katanya, dengan kumis baplang, mirip benar dia dengan topeng Bali.)